Narasi Pagi – Kelompok Hamas mengungkapkan adanya laporan mengenai proposal baru yang sedang diajukan, yang dinilai bertujuan untuk menggagalkan perjanjian gencatan senjata di Gaza. Dalam sebuah unggahan di Telegram pada Kamis (13/3), Juru Bicara Hamas, Hazem Qassem, menyampaikan bahwa pertemuan dengan mediator di Doha masih berlangsung untuk membahas perkembangan terbaru terkait hal tersebut.
Qassem juga menegaskan bahwa Hamas tetap berkomitmen menjalankan tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata. Tahap ini mencakup jaminan bahwa perang tidak akan kembali terjadi, penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Gaza, serta dimulainya penarikan dari Koridor Philadelphia. Namun, ia juga menyoroti bahwa hingga saat ini, Israel masih belum memenuhi protokol kemanusiaan yang telah disepakati sebelumnya.
Menurutnya, Hamas tidak menginginkan konflik kembali terjadi. Akan tetapi, jika agresi dari pihak Israel terus berlanjut, maka mereka menganggap tidak ada pilihan lain selain bertahan dan melindungi rakyat Palestina.
Sementara itu, laporan dari The Jerusalem Post menyebutkan bahwa Utusan Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, telah mengajukan proposal terbaru guna memperpanjang gencatan senjata di Jalur Gaza selama 50 hari.
Di sisi lain, situs berita Axios mengutip keterangan dari empat sumber yang tidak disebutkan namanya, yang menyatakan bahwa Witkoff telah menyampaikan proposal yang diperbarui pada Rabu lalu di Doha, Qatar. Dalam proposal tersebut, salah satu poin utamanya adalah dimulainya kembali bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Sumber yang sama juga mengungkapkan bahwa perpanjangan gencatan senjata yang diusulkan akan berlangsung hingga 20 April. Israel dikabarkan memberikan tanggapan yang positif terhadap rencana ini. Mediator kemudian bertemu dengan perwakilan Hamas di Doha untuk menyampaikan isi proposal tersebut, meskipun Witkoff sendiri tidak melakukan pertemuan langsung dengan pejabat Hamas.
Sebelumnya, fase pertama gencatan senjata yang berlangsung selama 42 hari telah berakhir pada awal Maret. Kesepakatan ini merupakan bagian dari perjanjian tiga fase yang dirancang untuk menghentikan kekerasan di Gaza. Namun, Israel memilih untuk tidak melanjutkan ke tahap kedua, dan lebih memilih opsi perpanjangan dengan alasan memastikan pelepasan tawanan tambahan tanpa harus memenuhi kewajiban militer maupun kemanusiaan.
Keputusan ini diduga dilakukan untuk meredakan tekanan dari kelompok garis keras yang berada dalam pemerintahan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Di tengah perkembangan ini, Hamas tetap bersikeras agar seluruh perjanjian yang telah disepakati dijalankan sepenuhnya. Oleh karena itu, kelompok tersebut mendesak mediator untuk segera memulai tahap kedua dari perundingan guna mencapai solusi yang lebih konkret bagi rakyat Palestina.
Dengan masih berlangsungnya pembicaraan di Doha, banyak pihak menantikan bagaimana proposal baru ini akan memengaruhi kelanjutan proses perdamaian di Gaza.
More Stories
Rodrigo Duterte Siap Hadapi Proses Hukum di ICC, Tegaskan Akan Bertanggung Jawab
Paus Fransiskus Peringati 12 Tahun Kepausan Sambil Hadapi Tantangan Kesehatan di Rumah Sakit
China Tetap Menjadi Destinasi Utama Investasi Asing, Perusahaan Global Terus Bertambah