Narasi Pagi – Krisis kemanusiaan di Sudan telah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan, dengan PBB menyebut negara ini sebagai satu-satunya tempat di dunia di mana kelaparan masih terjadi. Pada Senin (6/1), Direktur Divisi Operasi dan Advokasi di Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), Edem Wosornu, mengungkapkan kondisi ini kepada Dewan Keamanan PBB. Menurutnya, situasi tersebut diperburuk oleh konflik bersenjata yang terus berlangsung, berdampak pada jutaan penduduk sipil dan pekerja kemanusiaan.
Wosornu menyoroti bahwa kelaparan kini ditemukan di lima wilayah utama, termasuk kamp pengungsi internal Zamzam, Al Salam, dan Abu Shouk, serta di Pegunungan Nuba bagian barat. Ia juga memperingatkan bahwa lebih banyak wilayah, khususnya di Darfur Utara, diproyeksikan akan terdampak dalam beberapa bulan mendatang. Ia menambahkan bahwa sulitnya akses ke wilayah yang paling membutuhkan bantuan menjadi tantangan utama dalam menangani situasi ini.
Kondisi Tragis di Tengah Konflik
Konflik yang melibatkan militer Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) sejak April 2023 telah menyebabkan kerugian besar. Lebih dari 20.000 orang kehilangan nyawa, sementara lebih dari 14 juta orang terpaksa mengungsi dari rumah mereka. Konflik ini tidak hanya menghancurkan infrastruktur, tetapi juga mengganggu distribusi bantuan kemanusiaan.
Di wilayah El Fasher, Darfur Utara, situasi disebut sangat tragis. Wosornu menjelaskan bahwa konvoi bantuan PBB baru-baru ini, yang terdiri dari 28 truk bermuatan makanan dan pasokan lainnya, berhasil mencapai Khartoum pada akhir Desember. Konvoi tersebut merupakan yang terbesar sejak awal krisis. Namun, meskipun ada kemajuan tersebut, kendala seperti lambatnya proses pengurusan visa masih menghambat operasi bantuan.
Dampak Kelaparan yang Meluas
Dalam laporan terbaru Integrated Food Security Phase Classification (IPC), kondisi kelaparan dipastikan telah menyebar di beberapa wilayah utama di Sudan. Bahkan, risiko kelaparan diprediksi meningkat hingga Mei mendatang di 17 lokasi tambahan. Wosornu mengingatkan bahwa Sudan kini menjadi satu-satunya negara di dunia di mana kelaparan masih ditemukan.
Beth Bechdol, Wakil Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), turut mendukung pernyataan Wosornu. Ia menekankan bahwa kelaparan telah menyebar di kamp Zamzam, dan situasinya terus memburuk. Bechdol juga menyerukan peningkatan produksi pangan lokal untuk mencegah krisis yang lebih besar. Ia menambahkan bahwa jika tindakan kolektif tidak segera diambil, jutaan nyawa berada dalam bahaya besar.
Seruan untuk Aksi Internasional
Dalam pernyataannya, Wosornu menegaskan tiga tuntutan utama untuk mengatasi krisis ini. Pertama, semua pihak yang terlibat dalam konflik di Sudan harus mematuhi hukum kemanusiaan internasional. Kedua, akses kemanusiaan yang cepat dan aman harus dijamin agar bantuan dapat mencapai wilayah terdampak. Ketiga, pendanaan harus ditingkatkan secara signifikan untuk mendukung upaya bantuan kemanusiaan.
Bechdol juga memperingatkan bahwa jika situasi ini dibiarkan tanpa solusi, stabilitas negara-negara di kawasan sekitar Sudan juga akan terancam. Konflik ini tidak hanya berdampak pada Sudan, tetapi juga memiliki potensi untuk memicu ketidakstabilan di wilayah Afrika yang lebih luas.
Masa Depan Sudan di Tengah Krisis
Krisis yang melanda Sudan menjadi pengingat akan pentingnya kolaborasi internasional dalam menghadapi tantangan kemanusiaan. Kelaparan yang meluas, konflik berkepanjangan, dan minimnya akses bantuan menciptakan situasi darurat yang memerlukan perhatian mendesak.
Dengan dukungan global yang memadai dan langkah-langkah yang terkoordinasi, masih ada harapan untuk meringankan penderitaan rakyat Sudan. Namun, tanpa aksi nyata, jutaan orang akan terus menghadapi risiko kehilangan nyawa, sementara stabilitas kawasan akan tetap dalam bahaya.
More Stories
China Targetkan Selesaikan Infrastruktur Data Nasional Pada 2029
Presiden Joe Biden Pantau Ketat Dampak Badai Musim Dingin di AS
Merger dan Akuisisi: Strategi Efektif Perusahaan Meningkatkan Posisi Pasar dan Menghadapi Tantangan Ekonomi