Narasi Pagi – Para arkeolog baru-baru ini menemukan bukti bir beras yang berusia sekitar 10.000 tahun di situs arkeologi Shangshan, Provinsi Zhejiang, China Timur. Penemuan ini memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai asal-usul minuman beralkohol di Asia, serta membuka pandangan baru tentang budaya fermentasi beras di wilayah tersebut dan perkembangan pertanian awal di Asia.
Penemuan ini terungkap dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) pada 9 Desember 2024. Dalam penelitian ini, para ilmuwan menemukan 12 pecahan tembikar dari tahap awal situs Shangshan yang berasal sekitar 10.000 tahun yang lalu. Pecahan-pecahan tembikar tersebut dikaitkan dengan berbagai jenis wadah, yang meliputi wadah untuk fermentasi, penyajian, penyimpanan, pemasakan, dan pemrosesan. Penemuan ini memberikan gambaran tentang peran penting tembikar dalam kehidupan masyarakat purba.
Peneliti melakukan analisis terhadap residu yang tertinggal di dalam tembikar, termasuk tanah liat dan sedimen di sekitarnya. Mereka berhasil mengidentifikasi fosil tumbuhan kecil, seperti butiran pati, jamur, dan sisa-sisa tanaman yang memberikan informasi penting tentang pola konsumsi dan teknologi pengolahan makanan yang digunakan oleh masyarakat Shangshan. Beberapa fosil yang ditemukan termasuk padi, rumput lumbung, biji pohin ek, dan bunga lili. Penemuan ini menunjukkan bahwa beras menjadi tanaman pokok bagi masyarakat Shangshan, dan mereka telah mengolahnya menjadi produk fermentasi.
Fosil padi yang ditemukan dalam tembikar ini menunjukkan bahwa masyarakat Shangshan sudah memanfaatkan beras dalam berbagai cara, termasuk untuk pembuatan minuman beralkohol. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa sekam dan daun padi juga digunakan dalam produksi tembikar, yang lebih lanjut menggarisbawahi pentingnya beras dalam kehidupan budaya China kuno.
Yang lebih menarik, para peneliti menemukan sisa-sisa jamur dan sel ragi dalam tembikar. Sisa-sisa jamur ini umumnya digunakan dalam pembuatan bir atau tuak tradisional, yang mengindikasikan bahwa fermentasi beras sudah dilakukan pada masa tersebut. Residu jamur ditemukan lebih banyak di dalam wadah bulat, yang menunjukkan bahwa wadah tersebut mungkin sengaja dibuat untuk proses fermentasi alkohol.
Peneliti juga menganalisis sedimen di lokasi tersebut sebagai sampel kontrol, dan ditemukan bahwa sedimen tersebut memiliki kandungan pati dan jamur yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan residu di tembikar. Hal ini mengonfirmasi bahwa tembikar yang ditemukan di situs Shangshan berhubungan langsung dengan aktivitas fermentasi.
Penemuan ini tidak hanya menunjukkan adanya teknologi pembuatan bir pada awal budaya Shangshan, tetapi juga memberikan gambaran bahwa pembuatan minuman beralkohol ini kemungkinan besar berhubungan dengan domestikasi padi dan kondisi iklim yang hangat dan lembab pada periode tersebut. “Minuman beralkohol ini kemungkinan besar memiliki peran penting dalam pesta seremonial dan ritual, yang berfungsi sebagai kekuatan pendorong bagi peningkatan pemanfaatan dan penanaman padi di China pada masa Neolitikum,” ujar Liu Li, salah satu penulis studi.
Penemuan ini mengubah pemahaman kita tentang bagaimana masyarakat awal Asia mengelola sumber daya alam mereka dan bagaimana praktik-praktik budaya tertentu, seperti pembuatan bir, mungkin berperan dalam memajukan pertanian dan pengolahan pangan di masa lampau. Kini, para ilmuwan dapat mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana fermentasi beras menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari pada masa itu dan bagaimana hal ini berkontribusi pada perkembangan sosial dan ekonomi di Asia kuno.
More Stories
Presiden Joe Biden Pantau Ketat Dampak Badai Musim Dingin di AS
Merger dan Akuisisi: Strategi Efektif Perusahaan Meningkatkan Posisi Pasar dan Menghadapi Tantangan Ekonomi
Tantangan Berat dalam Transit Gas Rusia ke Eropa: Peran Ukraina dan Dampaknya bagi Slovakia