8 April 2025

Narasi Pagi

Kumpulan Kabar Terkini

Krisis Air di Gaza Memburuk Selama Ramadhan, Warga Berjuang untuk Bertahan

Krisis Air di Gaza Memburuk Selama Ramadhan

Sumber: antaranews.com

Narasi Pagi – Setiap kali matahari terbit di bulan Ramadhan, Emad al-Hadad berdiri di trotoar yang telah hancur di Gaza City, menatap ujung jalan dengan harapan melihat truk tangki air yang akan melintas. Pria berusia 43 tahun ini, yang juga merupakan ayah dari tujuh anak, bukan menunggu sanak keluarga atau teman, melainkan sesuatu yang lebih berharga dalam kondisi saat iniā€”air bersih.

Kehadiran truk tangki tersebut tidak menentu, sama seperti aliran listrik yang kerap terputus di wilayah yang telah lama terkepung ini. Ia mengungkapkan bahwa mendapatkan air minum yang layak kini menjadi perjuangan setiap hari, terutama setelah azan Magrib, ketika umat Muslim berbuka puasa setelah seharian menahan lapar dan dahaga.

Krisis air di Gaza, yang sebelumnya telah menjadi masalah akibat blokade selama bertahun-tahun, kini semakin memburuk akibat perang yang meletus pada Oktober 2023. Ketika jaringan listrik terputus, pabrik-pabrik desalinasi yang menjadi sumber utama air bersih di Gaza pun berhenti beroperasi. Padahal, fasilitas ini sangat penting bagi lebih dari dua juta penduduk yang bergantung pada air hasil penyulingan untuk konsumsi dan kebutuhan sehari-hari.

Setelah tekanan dari komunitas internasional meningkat selama beberapa bulan, Israel sempat mengizinkan sedikit aliran listrik untuk dialokasikan ke beberapa pabrik desalinasi di Gaza bagian tengah dan selatan. Namun, kebijakan ini hanya berlangsung dalam waktu singkat. Pemadaman listrik yang kembali terjadi baru-baru ini telah memperburuk keadaan, terutama karena meningkatnya kebutuhan air selama Ramadhan.

Emad al-Hadad menyebutkan bahwa situasi saat ini menjadi lebih sulit dibandingkan sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa selama bulan suci, air sangat dibutuhkan untuk berbuka dan sahur, namun jumlah pasokan air yang tersedia semakin terbatas. Waktu operasional pabrik desalinasi yang lebih singkat serta jumlah truk air yang semakin berkurang membuat warga tidak tahu sampai kapan kondisi ini akan terus berlangsung.

Seorang pejabat di salah satu pabrik desalinasi di Gaza, Abdul Salam Yassin, mengungkapkan bahwa pihaknya berupaya untuk tetap mengoperasikan fasilitas tersebut, meskipun kelangkaan bahan bakar dan listrik membuat segalanya semakin sulit. Jika kondisi ini terus berlanjut, produksi air bersih mungkin harus dihentikan sepenuhnya, yang akan menyebabkan lebih banyak warga kehilangan akses terhadap air minum, terutama selama bulan Ramadhan.

Di berbagai wilayah Gaza, keluarga-keluarga saat ini harus menghemat setiap tetes air yang mereka miliki. Dengan fasilitas desalinasi yang hanya mampu beroperasi kurang dari 20 persen dari kapasitas normalnya, ketersediaan air menjadi semakin langka. Meskipun truk-truk bantuan kemanusiaan berusaha mengirimkan pasokan, jumlahnya masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk.

Dalam kondisi yang semakin buruk ini, banyak warga terpaksa menggunakan air yang telah terkontaminasi. Laila Abu Hamdan, seorang ibu dari empat anak yang tinggal di Khan Younis, Gaza selatan, menyebutkan bahwa ia terpaksa merebus air yang tidak layak konsumsi untuk mengurangi risiko kesehatan bagi keluarganya. Meskipun demikian, anak-anaknya tetap sering mengalami sakit perut akibat mengonsumsi air yang tidak sepenuhnya bersih.

Sementara itu, para pengemudi truk tangki air juga menghadapi tantangan besar dalam mendistribusikan pasokan ke masyarakat. Fadi Abu Snouna, seorang pengemudi truk air di Gaza City, mengatakan bahwa sebelum adanya pembatasan tambahan dari Israel, ia masih bisa menyediakan air yang cukup untuk para pelanggannya. Namun kini, jumlah pasokan yang ia terima hanya seperempat dari jumlah biasanya.

Akibat kelangkaan ini, harga air bersih melonjak lebih dari dua kali lipat sejak perang meletus. Keluarga seperti Mohammed Abdullah, yang tinggal di Gaza utara, kini harus mengeluarkan biaya hingga 20 dolar AS per minggu hanya untuk membeli air. Jumlah tersebut menjadi beban berat, terutama di tengah tingkat pengangguran yang hampir mencapai 80 persen, menurut data terbaru dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).

Di sisi lain, pejabat kesehatan setempat mulai memperingatkan adanya ancaman serius yang semakin nyata. Khalil al-Daqran, juru bicara otoritas kesehatan di Gaza, mengungkapkan bahwa kasus penyakit yang berkaitan dengan air tercemar, seperti hepatitis dan infeksi saluran pencernaan, terus meningkat. Ia menekankan bahwa air yang tersedia saat ini tidak sepenuhnya aman untuk dikonsumsi, namun warga tidak memiliki pilihan lain.

Jika kondisi ini tidak segera ditangani, wabah penyakit yang lebih luas berpotensi terjadi dan semakin membebani sistem kesehatan di Gaza yang sudah dalam keadaan kritis. Dengan semakin memburuknya krisis ini, masyarakat Gaza kini tidak hanya berjuang melawan kelangkaan air, tetapi juga menghadapi ancaman kesehatan yang semakin serius setiap harinya.