Narasi Pagi – Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, kembali melanjutkan perundingan mengenai gencatan senjata di Gaza dengan para mediator di ibu kota Qatar, Doha. Proses negosiasi yang berlangsung pada Kamis (13/3) ini bertujuan untuk mencari solusi atas konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan dengan Israel.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menjelaskan bahwa kelompoknya mengikuti proses perundingan dengan pendekatan yang positif serta penuh tanggung jawab. Ia menegaskan bahwa tujuan utama dari negosiasi ini adalah memastikan semua tahapan gencatan senjata dapat diterapkan secara menyeluruh, yang mencakup penghentian perang, penarikan pasukan Israel, serta rekonstruksi Gaza yang mengalami kehancuran akibat serangan militer.
Sementara itu, kanal penyiaran publik Israel, KAN, melaporkan bahwa suasana perundingan di Doha berlangsung dengan optimisme tinggi. Berdasarkan informasi dari sumber-sumber Israel yang tidak disebutkan namanya, terdapat kemungkinan besar bahwa kesepakatan dapat segera tercapai. Hal ini diperkuat dengan keputusan tim negosiator Israel yang memilih untuk memperpanjang masa tinggal mereka di Doha guna melanjutkan pembahasan mengenai kesepakatan yang sedang dirancang.
Perundingan ini juga dihadiri oleh Utusan Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, yang tiba di Doha pada Selasa (12/3). Kehadirannya diharapkan dapat memberikan dorongan bagi proses negosiasi dan membantu menemukan jalan keluar dari konflik berkepanjangan antara kedua pihak.
Namun, meskipun perundingan terus berlanjut, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dikabarkan tetap menolak pembahasan terkait gencatan senjata tahap kedua di Gaza. Ia lebih memilih untuk mempertahankan perjanjian tahap pertama, yang sebenarnya telah berakhir pada awal Maret lalu.
Sebagai bagian dari tekanannya terhadap Hamas, Israel menghentikan pasokan listrik ke Gaza serta membatasi masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut. Langkah ini dilakukan untuk memaksa Hamas menerima syarat-syarat yang telah diajukan oleh pihak Israel dalam perundingan sebelumnya.
Namun, Hamas menegaskan bahwa negosiasi tidak akan bisa dilanjutkan jika Israel masih menerapkan tekanan semacam itu. Mereka tetap bersikeras bahwa kesepakatan gencatan senjata harus dipatuhi sepenuhnya oleh kedua pihak, serta menuntut dimulainya negosiasi tahap kedua. Dalam tahap ini, mereka meminta agar Israel menarik seluruh pasukannya dari Gaza dan menghentikan perang secara menyeluruh.
Sebelumnya, gencatan senjata serta pertukaran tahanan yang diberlakukan pada Januari telah berhasil menghentikan perang untuk sementara waktu. Namun, konflik kembali berlanjut setelah kesepakatan tersebut tidak lagi diperpanjang.
Akibat serangan militer Israel, lebih dari 48.500 warga Gaza kehilangan nyawa, dengan sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Selain itu, infrastruktur di wilayah kantong Palestina itu mengalami kehancuran parah akibat agresi yang dilakukan oleh pasukan Israel.
Pada bulan November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, serta mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant. Keduanya dituduh melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) yang berkaitan dengan tindakan militer mereka di Gaza. Kasus ini masih dalam proses, dan hasilnya dapat mempengaruhi perkembangan konflik yang sedang berlangsung.
Dengan adanya negosiasi yang terus dilakukan, banyak pihak berharap agar kesepakatan damai dapat segera tercapai. Namun, perbedaan sikap antara Hamas dan Israel masih menjadi tantangan besar dalam proses perdamaian ini.
More Stories
Indonesia Dukung Gencatan Senjata Permanen di Gaza dan Perkuat Hubungan dengan Mesir
Trump Kembali Serukan Perdamaian Rusia-Ukraina, Negosiasi Masih Panjang
Keputusan Israel Pertahankan Posisi Strategis di Lebanon Meski Ada Negosiasi Perbatasan